AMBON BERBENAH
Saya tiba di kota Ambon menjelang sore. Disambut awan tebal ketika mendarat di Bandara Pattimura. Menginjakkan kaki pertama kali di tanah maluku, yang teringat adalah konflik kemanusiaan yang dulu pernah mencabik-cabik kerukunan di kota ini, puluhan tahun yang lalu.
Dijemput teman yang karena “titah up.9” harus mengabdikan diri di kota Ambon. Saya menyebutkan “harus” karena pujaan hatinya ada di kota lain. Mobil “ranger” yang saya tumpangi menyisir jalan sepanjang pesisir teluk ambon. Jalanan yang mulus dengan pemandangan indah sepanjang perjalanan mengubur ingatan masa lalu kota ini.
Disisi kiri jalan terlihat sebuah landmark bertuliskan
Ambon city of music
Bukan sekedar tulisan penghias, Ambon memang terkenal dengan musikalitas masyarakatnya. Begitu banyak musisi nasional bersuara emas yang berasal dari kota ini.
RUJAK NATSEPA
Sore itu kami sengaja tidak melewati jembatan merah putih yang membelah teluk Ambon. Kami menelusuri jalan sepanjang pesisir teluk sampai ke pantai Natsepa, Sore itu kami tidak berencana menikmati indahnya pantai Natsepa yang terkenal dengan pasir putihnya. Kami datang ke Natsepa untuk menikmati rujak, kuliner yang paling diincar traveler jika datang kedaerah ini. Disebut rujak natsepa sesuai dengan tempatnya, adalah rujak dengan ciri khas gula merah dan kacang bumbu yang ditumbuk kasar.
Nahh…satu hal yang saya membuat saya teringat akan Pantai Losari Makassar zaman dulu adalah jejeran penjual rujaknya…sangat mirip dengan jejeran penjual sate ketika pantai losari dikenal sebagai pantai dengan kuliner terpanjang di Indonesia.
Itu dulu..saat ini pantai losari sudah bersolek dengan beton moderenismenya.
Setelah menikmati rujak “jong Ambon” kami menuju pusat kota, kembali menelusuri jalan sepanjang teluk ambon yang indah. Bos saya (hehehe..saya datang ke Ambon mendampingi kunjungan kerja boss) berucap
Ambon banyak berubah, dulu saya datang kesini, tempat ini belum ada apa-apanya, Mall pun tidak ada, sekarang ramai luar biasa. Setelah konflik, Ambon telah berbenah dan akan menjadi kota metropolitan dimasa depan.
Setelah beristirahat di hotel, kami menuju ke Restoran Panorama untuk mengisi kampung tengah. Makan malam yang luar biasa, di temani segarnya kuliner ikan khas ambon, kami menikmati pemandangan kota ambon. Restoran yang kami tempati berada diketinggian sehingga kami dapat melihat kota ambon dengan view yang berbeda.
LIVE MUSIC AMBON
Setelah makan malam, kami kembali menuju pusat kota untuk mencari tempat nongkrong, kami memilih sebuah tempat bernama “Bagadang” sejenis warkop jika di kota lain. Disinilah perbedaan kota Ambon dengan kota lain, live musicnya luar biasa. Yang menyumbangkan suara adalah pengunjung.
jangan menilai sesuatu dari coverya sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana kualitas suara jong ambon.
Tidak ada teman malam itu yang berani unjuk gigi..lebih tepatnya disebut minder..hahaha. Bahkan artis ibukota pun akan minder untuk unjuk gigi mendengarkan suara mereka.
Menjelang tengah malam kami kembali ke hotel, melepas lelah
to be continue….
Ping balik: Jembatan Merah Putih Kebanggaan Maluku | auliamaharani
Ping balik: Lampung – auliamaharani
suka sama bahasanya. tapi, saran saya sebaiknya penulisana nama kota diawali dg huruf kapital. pasti tulisannya lebih apik! good job
SukaSuka
Trimakasih sudah mampir & saranx…hehehe
Ini salah satu tulisan awal sy, masih harus banyak belajar
SukaSuka