Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang disebut sebagai daerah pabean. Secara yuridis, barang dianggap telah diekspor jika telah diangkut ke sarana pengangkut yang akan berangkat keluar negeri[1]. Defenisi yuridis ini penting untuk memberikan kepastian dalam proses pelayanan dan pengawasan dalam kegiatan ekspor. Berbanding terbalik dengan ekssor, kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean disebut dengan impor.
Ekspor merupakan bagian penting dalam proses perdagangan antar negara dan dapat secara signifikan menggerakkan perekonomian serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Data devisa dari kegiatan ekspor dan impor digunakan untuk menghitung neraca perdagangan suatu negara. Neraca positif artinya terjadi surplus perdagangan jika nilai ekspor lebih tinggi dari impor, dan sebaliknya untuk neraca negatif[2].
Potensi pasar ekspor sangat besar jika dilihat dari jumlah penduduk yang berpotensi menjadi pembeli. Jika dilihat dari data statistik, 97% calon pembeli berada di luar negeri. Tiongkok merupakan negara dengan potensi pembeli terbesar, yakni sejumlah 1,4 Milyar penduduk atau 18% dari total potensi pembeli di seluruh dunia[3]. Pada urutan selanjutnya diisi oleh India dan Amerika Serikat, masing-masing 17% dan 4,3%.
Sejak lama, Indonesia telah menjadi produsen berbagai kebutuhan dunia, salah satunya adalah produk pertambangan. Kebutuhan mineral dunia banyak ditambang dari berbagai daerah, antara lain emas dari Papua dan nikel dari Sulawesi. Namun, hasil pertambangan ini lebih banyak diekspor dalam bentuk bahan baku dengan pengolahan yang sederhana. Kebijakan terkini pemerintah memang telah berusaha mendorong agar terjadi peningkatan nilai ekspor pertambangan dengan lebih dahulu dilakukan proses pemurnian (smelting).
Selain hasil pertambangan, Indonesia juga dikenal sebagai sumber hasil alam berupa hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. Bahkan hasil alam, khususnya rempah-rempah, telah menjadi incaran berbagai negara sejak ratusan tahun yang lalu. Saat ini berbagai komoditas perkebunan, seperti coklat dan kopi, juga ikut menambah daftar panjang produk ekpsor hasil alam Indonesia. Lebih lanjut, hasil perikanan dan kelautan juga tak kalah dalam jumlah dan jenis, antara lain ikan, lobster, teripang dan berbagai jenis rumput laut. Namun, sama halnya dengan hasil pertambangan, produk-produk ini masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah dengan pengolahan minimal.
Untuk dapat menghasilkan devisa yang lebih besar dan memperbaiki neraca perdagangan, Indonesia harus mampu meningkatkan kegiatan ekspor. Peningkatan dapat dilakukan melalui peningkatan jumlah dan/atau nilai barang yang diekspor. Peningkatan jumlah dilakukan dengan menambah volume kegiatan ekspor, sedangkan peningkatan nilai barang dilakukan melalui proses pengolahan sehingga menjadi setengah jadi atau barang jadi yang siap konsumsi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh instansi pemerintahan terkait dan pihak swasta untuk meningkatkan kegiatan ekspor, antara lain pemberian fasilitas fiskal, pelatihan ekspor, pameran perdagangan internasional, dan berbagai kegiatan lainnya. Untuk mendukung upaya ini, salah satu hal yang dapat dicoba adalah melibatkan generasi muda. Hal ini dimungkinkan karena pergerakan pemuda dapat berpengaruh secara luas dari aspek sosial hingga ekonomi. [4]
Generasi muda dapat dijadikan sebagai motor penggerak kegiatan ekonomi, khususnya kegiatan ekspor di tengah masyarakat. Potensi finasial dari kegiatan ini dijadikan motivasi tambahan karena sangat menguntungkan, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat. Kutipan umum yang sering kita dengar atau baca di berbagai naskah tentang generasi muda adalah kutipan Bung Karno, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!”
Generasi muda dengan range usia antara 16-30 tahun berjumlah 61,8 juta orang, atau 24,5 % dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta orang (BPS, 2014). Secara kuantitas angka 24,5 % ini cukuplah besar. Ditambah lagi pada periode tahun 2020 sampai 2035, Indonesia akan menikmati suatu era langka yang disebut dengan Bonus Demografi. Pada kurun waktu ini, jumlah usia produktif Indonesia diproyeksikan berada pada grafik tertinggi dalam sejarah bangsa ini, yaitu mencapai 64 % dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 297 juta jiwa [5].
Generasi muda yang dapat didorong dalam peningkatan kegiatan ekspor adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan tinggi di berbagai perguruan tinggi. Selain karena kemudahan dalam proses menjalankan program, generasi ini memiliki CLBK yang dapat menjadi modal besar dalam mendorong kegiatan ekspor, apapun jurusan atau bidang keilmuan yang saat ini ditekuni. CLBK adalah akronim dari creative, leader, backup plan, kind.
1. Creative
Generasi muda yang saat ini dikenal sebagai generasi milenial memiliki potensi untuk memunculkan ide-ide kreatif dan dapat dapat berpikir out of the box. Mereka mampu memunculkan ide yang yang belum terpikirkan oleh generasi sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari munculnya berbagai bidang usaha baru dengan unsur kreatif di dalamnya. Contohnya Brodo Footwear atau Brodo yang didirikan oleh Yukka Harlanda dan Putera Dwi Karunia[6]. Mereka memproduksi sepatu kulit yang sudah umum menjadi hasil industri, namun yang berbeda adalah cara pemasaran yang dilakukan.
Generasi muda kreatif lainnya adalah Carline Darjanto melalui brand produk fashion bernama Cotton Ink, Carline. Ia sukses menjadi anak muda yang dinobatkan Forbes sebagai orang sukses di bawah umur 30 tahun, bidang Retail & E-Commerce di Asia. Penghargaan yang diberikan Forbes tersebut adalah “30 Under 30 Asia”, merupakan penghargaan bagi mereka yang sukses pada bidang Art, Healthcare & Science, dan Marketing & Advertising di kawasan Asia[7].
Potensi kreatif yang dimiliki oleh generasi muda dapat juga dimaksimalkan untuk meningkatkan kegiatan ekspor, khususnya dari segi peningkatan nilai barang. Melalui ide kreatif mereka, komoditi yang selama ini diekspor dalam bentuk bahan baku diharapkan mampu diolah menjadi produk yang lebih bernilai secara ekonomi.
2. Leader
Generasi muda saat ini adalah pemimpin di masa depan[8] sehingga mereka harus disiapkan untuk berpikir secara global. Pengetahuan tentang perdagangan internasional, khusunya kegiatan ekspor akan membuka wawasan tentang luasnya potensi pasar di luar negeri yang dapat digunakan sebesar-besarnya untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat. Selain itu, pengetahuan ini juga akan mendorong mereka menyiapkan diri agar dapat bersaing di masa yang akan datang.
3. Backup Plan
Generasi muda tentunya harus memiliki perencanaan dan target tertentu dalam kehidupannya, khususnya dalam sudut pandang ekonomi. Sebagian telah berencana menjadi wirausahawan, sementara yang lain berharap memiliki kehidupan yang sejalan dengan bidang keilmuan yang dimiliki. Pencapaian target-target tersebut dapat menjadi salah satu tolak ukur dari keberhasilan dari proses yang selama ini dijalani. Namun, terkadang pada beberapa kondisi dalam proses yang dijalani, terjadi perubahan dan penyesuaian.
Bagi yang bertujuan menjadi wirausahawan, maka kegiatan ekspor bisa menjadi target utama. Wirausaha didefinisikan sebagai kegiatan usaha atau suatu bisnis mandiri yang setiap sumber daya dan kegiatannya dibebankan kepada pelaku usaha atau wirausahawan, terutama dalam hal membuat produk baru, menentukan bagaimana cara produksi baru, maupun menyusun suatu operasi bisnis dan pemasaran produk serta mengatur permodalan usaha[9].
Bagi yang tidak bertujuan menjadi wirausahawan maka kegiatan ekspor bisa menjadi rencana cadangan setelah mengetahui proses dan keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan. Pengetahuan yang diperlukan cukup dalam bentuk pengetahuan dasar yang kemudian dapat dikembangkan di kemudian hari. Selain untuk keperluan diri sendiri, pengetahuan tentang kegiatan ekspor juga dapat digunakan untuk membantu orang lain.
4. Kind
Generasi muda saat ini berada di persimpangan dalam hubungan antar manusia dan teknologi. Mereka terhubung dengan masyarakat secara langsung dan di sisi lain sangat erat terhubung dengan dunia maya melalui internet. Saat ini bahkan terdapat profesi khusus dalam hal konektivitas dunia nyata dan dunia maya yang disebut influencer. Mereka dapat mempengaruhi masyarakat dengan tayangan-tayangan yang ditampilkan melalui media sosial.
Kaum muda dan internet saling mempengaruhi dalam produksi dan konsumsi[10]. Melalui postingan di media sosial, mereka dapat mengubah hidup orang lain. Beberapa penjual makanan yang sepi pembeli bisa mendadak sangat ramai hanya karena sebuah postingan yang viral. Bahkan terdapat platform khusus seperti kitabisa.com yang sengaja dibuat untuk mengajak orang lain membantu sesama.
Keterlibatan pemuda pada pergerakan ekonomi sebenarnya sudah terjadi sebelum era millenial. Pada awal tahun 1995, brand Hush Puppies yang hampir mati pada tahun sebelumnya mendadak menjadi sangat terkenal dan digunakan banyak desainer Amerika. Hal ini tidak lepas dari peran pemuda di East Village dn Soho, Manhattan, Amerika Serikat. Mereka menggunakan brand tersebut karena keinginan tampil berbeda dan itu mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan brand yang sama[11].
Pada era industri 4.0 saat ini, pemuda juga memiliki peran besar dalam pergerakan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan berbasis pada internet marketing. Beberapa di antara mereka bahkan menjadi perusahaan dengan valuasi yang sangat besar seperti gojek, tokopedia, bukalapak, dll. Persamaan di antara semua perusahaan tersebut adalah model bisnis yang tidak dikenal oleh generasi sebelumnya.
Jika dihubungkan dengan kegiatan ekspor, generasi muda khususnya mahasiswa yang setiap waktu harus terhubung dengan internet untuk mengerjakan tugas ataupun berselancar di media sosial, bisa menjadi katalisator yang sangat efektif dalam kampanye peningkatan ekspor. Mereka bisa secara langsung memasarkan produk masyarakat yang ada di sekitarnya atau bahkan menciptakan produk-produknya sendiri. Mereka dapat memasarkan dan terhubung dengan pembeli di luar negeri tanpa harus bertemu secara langsung.
Jika dihubungkan dengan kegiatan ekspor, generasi muda khususnya mahasiswa yang setiap waktu harus terhubung dengan internet untuk mengerjakan tugas ataupun berselancar di media sosial, bisa menjadi katalisator yang sangat efektif dalam kampanye peningkatan ekspor. Mereka bisa secara langsung memasarkan produk masyarakat yang ada di sekitarnya atau bahkan menciptakan produk-produknya sendiri. Mereka dapat memasarkan dan terhubung dengan pembeli di luar negeri tanpa harus bertemu secara langsung.
Diterbitkan pertama kali di kolinasulbagsel.wordpress.com
[1] Undang-Undang No 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang No 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
[2] https://ekonomi.bisnis.com/read/20130809/9/155728/kamus-ekonomi-apa-arti-neraca-perdagangan
[3] https://www.worldometers.info/world-population/population-by-country/
[4] Akbar, Idil. Demokrasi dan Gerakan Sosial (Bagaimana Gerakan Mahasiswa terhadap Dinamika Perubahan Sosial). Departemen Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
[5] https://www.kemenparekraf.go.id/post/narasi-tunggal-pemuda-indonesia-menatap-dunia
[6] https://kumparan.com/kumparanbisnis/sepatu-brodo-lahir-dari-modal-nekat-dua-lulusan-teknik-sipil-itb-27431110790546207/full
[7] https://www.idntimes.com/life/inspiration/wahyu-putra-utama/paraperempuanhebat-carline-darjanto-wanita-muda-yang-sukses-membangun-cotton-ink-c1c2/1
[8] Pepatah arab “Syubbanul yaom, rijalul ghad”
[9] https://www.jurnal.id/id/blog/apa-itu-wirausaha-bagaimana-cara-menjadi-wirausaha-sukses/
[10] Widhyharto, Derajad S. 2014.Kebangkitan Kaum Muda dan Media Baru. Jurnal Studi Pemuda • Vol. 3, No. 2 September
[11] Gladwell, Malcom.2000. The Tipping Point. 2000. New York; Back Bay Books