Setelah lebih dari setahun pandemi Covid19 melanda dunia, berbagai metode pengobatan dan pencegahan telah dikemukakan dan diterapkan. Salah satunya yang muncul dan menjadi pembicaraan hangat adalah Vaksin Nusantara. Vaksin yang diinisasi oleh dr Terawan ini menjadi polemik karena akan dilanjutkan ke uji klinik tahap II walaupun belum mendapatkan persetujuan Badan POM.
Jika dilihat dari rekam jejak, dokter Terawan memang penuh dengan kontoversi. Di masa awal pandemi Covid19, sebagai Menteri Kesehatan, ia memberikan pernyataan bahwa pasien covid19 akan sembuh sendiri. Penyataan ini memunculkan pro dan kontra dimasyarakat saat itu, bahkan potongan gambar saat pernyataan tersebut di kemukakan menjadi meme berbagai platform sosial sampe saat ini.
Secara teori pernyataan dr Terawan tidak salah, karena secara umum penyakit yang disebabkan oleh virus akan sembuh dengan sendirinya melalui mekanisme pertahanan diri sendiri. Namun, sebagai seorang menteri saat itu, pernyataan tersebut sangat meresahkan masyarakat yang masih kaget dengan pemberitaan di Wuhan, China. Hal ini diperparah dengan pengetahuan yang masih sangat minim terkait virus ini. Mungkin karena tekanan publik atas pernyataan inilah, ia akhirnya jarang tampil dipublik.
Sampai saat ini, pernyataan tentang “sembuh sendiri” dapat disebut terbukti benar, karena belum ditemukannya obat khusus untuk wabah ini. Fokus pengobatan saat ini hanya dilakukan untuk meningkatkan antibody melalui penerapan gaya hidup sehat, penambahan suplemen vitamin dan yang paling masif adalah pemberian vaksinasi. Pernyataan yang benar pada waktu yang tidak tepat akan diterima sebagai pesan yang tidak baik.
Jauh sebelumnya, pada tahun 2008, nama dr Terawan juga menghiasi headline berita nasional setelah kenggotaannya di Ikatan Dokter Indonesia dicabut selama setahun oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Bahkan, majelis yang sama juga bersurat ke Presiden Jokowi sebagai bentuk penolakannya atas penunjukannya menjadi menteri kesehatan sebagaimana dilansir cnbcindonesia.
Pembekuan keanggotaan ini berawal dari praktet Brain Wash yang dilakukan oleh dr Terawan yang dianggap tidak ilmiah. Praktek cuci otak dilakukan dengan alat Digital Subtraction Angiography (DSA) yang dia lakukan dalam pengobatan stroke. Alat ini disebut oleh koleganya sebagai alat diagnosa, bukan alat pengobatan.
Seiring waktu berjalan, metode pengobatan “cuci otak” ini sepertinya sudah mulai diterima dan tidak lagi dipermasalahkan oleh IDI dan MKEK. Beberapa politisi bahkan secara terang-terangan menyebut dirinya sebagai ex-pasien dr Terawan. Salah satunya adalah Aburizal Bakri yang menyebut dirinya berhutang nyawa kepada dr Terawan, sebagaimana ditulis oleh Dahlan Iskan yang diberi judul Ical Nusantara.
Karena keberhasilan dalam pengobatan “cuci otak” inilah, Aburizal Bakri mau menjadi relawan uji klini tahap II Vaksin Nusantara. Ia tidak sendiri, bersamanya ada Sudi SIlalahi yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Kabinet serta St Fadhilah Supari, mantan menteri kesehatan era Presiden SBY. Selain itu, beberapa politikus senayan juga telah mengajukan diri menjadi relawan.
Dengan melihat segala perdebatan tentang tindak tanduknya, dengan pendekatannya idenya yang tidak biasa, serta penentangan terhadap dirinya. Saya teringat Elon Musk, pendiri Tesla, Space X, serta beberapa perusahaan teknologi lain. Idenya yang kontroversial dan out off the box menjadi perdebatan banyak pihak. Hingga ia mampu membuktikan saat ini dengan perubahan yang ia bawa dalam dunia otomotif dan penjelajahan angkasa.
Perbandingan ini tentu tidak serta merta menyatakan bahwa dr Terawan adalah sosok jenius dan vaksin nusantaranya pasti berhasil karena sampai saat ini roket space x pun masih meledak saat pendaratan. Tapi kedua tokoh yang diperbandingkan ini memiliki kesamaan, bahwa mereka tidak berhenti oleh tantangan dan kritik.
Memang dibutuhkan orang “gila” untuk menunjukkan sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh kebanyakan orang. Mungkin saja orang gila itu adalah dokter Terawan Agus Putranto
Sejarah juga telah mencatat bahwa tantangan dan kritik tidak selalu berjalan selaras dengan kebenaran, bahkan jikapun hal itu dilontarkan oleh orang yang sangat ternama. Tak ada yang mengenal Thomas Alfa Edison, ilmuwan dengan dengan rekor 1.093 paten atas namanya, pada tanggal 17 November 1989 mengatakan “It is apparent to me that the possibilities of the aeroplane, which two or three years ago were thought to hold the solution to the [flying machine] problem, have been exhausted, and that we must turn elsewhere“
Andai Wright bersaudara mengikuti pendapat Thomas Alfa Edison untuk mencari jalan lain selain pesawat untuk mesin terbang , maka tanggal 17 Desember 1903 tidak akan tercatat dalam sejarah sebagai penerbangan pesawat pertama di dunia.
Sekali lagi ini bukanlah sebuah pernyataan bahwa pengkritik Vaksin Nusantara pasti salah, dan proses yang sedang di inisiasi oleh dr Terawan pasti berhasil. Namun, sejarah juga telah mencatat bahwa penemuan spektakuker yang mengubah dunia berasal dari ide gila yang belum terjangkau nalar orang lain saat itu.
***
dr Terawan adalah dokter militer dengan nama lengkap Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K)., M.Sc., MPH, lahir di Yokyakarta 6 Agustus 1964. Riwayat jawabatan yang pernah diemban juga tak main-main, antara lain Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, tahun 2015, Tim dokter kepresidenan tahun 2009, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia. Ketua World International Committee of Military Medicine. Ketua ASEAN Association of Radiology serta pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu Periode 23 Oktober 2019 hingga 23 Desember 2020.
Ia Menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Gajah Mada pada tahun 1990 dan memperoleh gelar Doktor dari Universitas Hasanuddin pada tahun 2003
***
Cara kerja vaksin nusantara berbeda dengan cara kerja vaksin yang saat ini telah ada,. Perbedaan terletak pada proses pengambilan sampel darah sebagai tahap penyuntikan Vaksin Nusantara. Pada tahap awal, dari sampel darah yang diambil, sel darah putih akan dibiakkan selama lima hari. Setelah lima hari, sel darah putih tersebut akan dikenalkan dengan protein S pada SARS-CoV-2 selama dua hari. Sel darah putih ini diharapkan mampu mengenali dan melawan virus Covid19. Setelah disuntikkan kembali, tubuh akan lebih siap menghadapi Covid-19 karena sudah mengenali dan membentuk imunitas. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Kolonel Jonny sebagaimana dilansir tempo.com
Salut dan bangga, 2 kata dariku untuk dr. Terawan
SukaSuka
Sepakat… selalu bangga melihat orng yg gigih berbuat sesuatu
SukaSuka