Tiap kali saya berurusan dengan pemerintah untuk urusan izin atau aturan usaha, saya menjadi lebih religius
Khatib Basri tentang pelayanan publik
Ketika berhubungan dengan pelayanan publik, seakan-akan orang harus banyak berdo’a agar pejabat publik digerakkan hatinya agar urusan menjadi lancar.
Kisah buruknya layanan publik di negeri ini bagai jamur di musim hujan. Bahkan, bisa jadi kisah-kisah tersebut hanyalah puncak dari sebuah gunung es di lautan. Puncak yang tak menggambarkan seberapa besar gunung yang tersebunyi dibawah air. Puncak yang terlihat kecil namun mampu menenggelamkan kapal Titanic.
Pernah dengar cerita buruknya pelayanan publik di Indonesia? Atau mungkin pernah mendapatkan pelayanan yang buruk, silahkan memberi komentar dibawah…
Berbagai inisiatif pemerintah untuk memperbaiki pelayanan publik terkadang berakhir dengan slogan-sloga pencitraan. Bahkan, pencitraan itu dibuat untuk kamuflase dari buruknya pelayanan. Hal ini diperparah dengan mudahnya penyebaran informasi dengan narasi-narasi pembenaran yang indah.
Namun, perbaikan pelayanan publik bukanlah hal yang mustahi. Tanpa harus menunggu berubahnya peraturan atau apapun yang menjadi kambing hitam buruknya pelayanan. Bagi pelayan publik, cukup mulai dari diri sendiri dan laksanakan hal-hal berikut :
Memilih Jalan Hidup Sebagai Pelayan Masyarakat Berarti Siap Melayani
Semua ini bermuara pada pola pikir. Memilih jalan hidup sebagai pelayan masyarakat berarti menempatkan dirinya sebagai pelayan, bukan sebagai pemegang kuasa. Ketika pola pikir diletakkan sebagai pelayanan, maka kekuasaan akan digunakan untuk melayani orang lain. Namun, ketika pola pikir diletakkan sebagai pemegang kuasa, maka kekuasaan akan digunakan untuk membuat orang lain melayani
Menjadi pejabat publik bukan tentang memberikan tempat spesial bagi diri sendiri dan keluarga atau kelompok tertentu.
Melayani berarti merendahkan diri dihadapan masyarakat dengan mengedepankan kepentingan mereka diatas kepentingan diri sendiri. Hal ini akan terjadi jika empathy hadir dalam proses pelayanan masyarakat. Empathy dalam artian merasakan kesusahan orang lain jika pelayanan yang diberikan tidak sesuai standar yang ditetapkan.
Melayani berarti memberikan sesuatu kepada orang lain dengan kualitas terbaik. Salah satu cara mengukur kualitas adalah melihat perkataan dalam proses pemberian layanan. Perkataan yang baik akan menyenangkan hati, walaupun keinginan tidak terpenuhi. Sebaliknya, walaupun keinginan terpenuhi tapi diiringi dengan perkataan yang tidak baik, maka perasaan akan tetap terluka.
Pekataan yang buruk bagaikan menabur pasir diatas batu. Ketika angin berhembus, pasir akan lenyap tak bersisa, terbang sesuai kehendak alam.
Setiap perbuatan dipengaruhi oleh niat yang kemudian terbentuk dalam bentuk pola pikir. Oleh karena itu, untuk memperbaiki pola pikir, niat harus diluruskan terlebuh dahulu.
Baca Juga
Rohaniawan dan Sumpah Pejabat
Lepaskan Semua Atribut Leluhur
Salah satu faktor penghambat dalam proses pelayanan publik adalah latar belakang sang pejabat publik. Faktor Ini tidak berlaku untuk semua pihak karena banyak pejabat publik yang dapat menempatkan diri sebagai pelayan publik. Namun secara umum ini akan menjadi faktor penghambat dan merusak pelayanan masyarakat.
Ketika seorang pejabat publik terbelenggu oleh latar belakangnya, maka ia akan menempatkan dirinya sesuai atribut tersebut. Terlahir sebagai keluarga bangsawan, dengan gelar panjang didepan nama terkadang membuat ia lupa bahwa ia adalah pelayan masyarakat.
Sebagai contoh, ketika seseorang berprofesi sebagai tenaga medis, maka gelar bangsawan harus ditanggalkan. Ia harus rela membersihkan kaki pasien yang busuk. Ia harus rela bekerja dengan jam kerja yang panjang dan melelahkan. Tentunya harus rela dengan penghasilan standar, kalau tidak bisa disebut dibawah penghasilan profesi lain.
Contoh lain ketika seseorang menjadi ASN di Kantor Kecamatan, maka ia harus hadir di kantor dipagi hari dan pulang di sore hari sesuai jam kerjanya. Tidak boleh dipagi hari bersantai di warung kopi sesuai kebiasaanya saat masyarakat sudah antri untuk medapatkan layanan kependudukan.
Melukis Cerita Kehormatan Bagi Anak Cucu
Kebanggan dari sebuah pengabdian adalah cerita yang tak lekang oleh zaman. Menjadi pembahasan dan permisalan dari berbagai generasi. Menjadi pelayan publik berarti kesempatan memiliki canvas lukis kehidupan yang akan kelak ditatap dan dikagumi.
Sejarah telah mencatat Jenderal Hoegeng Iman Santoso, namanya harum dikenang zaman, menjadi kebanggaan anak keturunannya. Kisahnya sudah dibahas dalam berbagai jenis tulisan, dari yang memuat utuh cerita dirinya, sampai kepada penggalan anekdot menggelitik
Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng
Gus Dur
Cerita sugeng bukan menggambarkan bahwa semua polisi lain tidak baik. Kisah Hugeng terpatri karena keberaniannya menempatkan dirinya sebagai pelayanan masyarakat, berbeda dengan koleganya saat itu yang bertingkah sebagai raja
Begitupun cerita tentang Baharuddin Lopa, mantan Jaksa Agung Republik Indonesia. Perandaian dirinya tak terputus oleh batas hidupnya. Intitusinya mengutip bahwa ia tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah SWT. Tujuan hidupnya adalah menjalankan amanah dan mengabdi pada negerinya tercinta.
Bapak tidak mampu memberi kalian lebih dari yang Bapak mampu. Bapak tidak mau memberi kalian makan dari sumber-sumber yang syubhat, haram, dan melanggar hukum. Kalian harus selalu jujur bersikap, berkata, dan memakai nurani. Dengan ini kalian akan berani mengambil sikap, setia pada kebenaran dan tidak akan menyimpang,”
Dikisahkan Iskandar Muda Baharuddin Lopa dalam buku Lopa yang Tak Terlupa
Hidup ini sangat singkat, bahkan dapat berakhir disaat tak terduga. Jika tiba waktu berpisah, ia tak dapat diundur atau dipercepat. Narasi diri dimasa depan adalah cerminan perilaku saat ini. Berikan hak masyarakat, maka mereka akan mengenangmu dalam do’a.
Baca Juga
Warisan Dari Kami Untuk Anak Cucu