Ahok yang oleh agamaku disebut kafir, ternyata memberikan penjelasan yang sangat rinci tentang posisiku dalam agama ini. Ya..saya pun menyebutnya kafir karena demikianlah definisi yang tercantum dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
kafir/ka·fir/ n orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya;
Ahok menjelaskan posisiku di agama ini dengan ucapan yang lantang.
Ketika Ahok membahas Surat Al-Maidah ayat 51 dalam berbagai kesempatan yang berujung pada jatuhnya palu hakim bertema penistaan agama.
Apa yang aku lakukan?
Aku hanya berdiam diri, acuh terhadap segala macam aksi yang terjadi.
Aku hanya memandang layar kaca ketika orang-orang turun ke jalan meminta hukum ditegakkan
Aku hanya berbaring santai di atas kasurku ketika gas air mata ditembakkan dijalanan
Ahoklah yang mengenalkan padaku jika dalam Kitab Agamaku yang disebut Al-Qur’an ada Surat Al-Maidah
Ahoklah yang menjelaskan dengan gamblang isi surat Al-Maidah ayat 51
Ahoklah yang membuatku membuka lembaran Al-Qur’an terjemahan Kementerian Agama (Departemen Agama (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Tafsir Al Quran yang ditunjuk menteri agama dengan surat Keputusan no.20 th.1967)
“Hai orang-orang beriman, janganalah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin yang bagi sebagian mereka yang lan. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”
Ketika ketuk palu sudah dijatuhkan,
status terdakwa berubah menjadi terpidana
salam dua jari menjadi dua tahun
Apa yang aku lakukan
Aku segera meneriakkan lantang ketidakadilan
Aku segera menuntuk pembebasan
Aku segera menyalakan lilin tanda simpati
Kutatap kembali lembaran surat Al-Maidah
Dengan kepongahan hati
Dengan perasaan tidak simpati
Namun, aku tersungkur ketika kubaca surat Al-Maidah ayat 52
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”.
Kuingat kembali perbuatanku semalam, turun kejalan menyalakan lilin, berteriak lantang menyuarakan ketidak adilan dan tuntutan pembebasan. Lalu kucari pembahasan tentang menyalakan lilin untuk sebuah aksi dan kudapati sebuah tulisan
Di kalangan Yahudi, suatu lampu dinyalakan terus-menerus di Bait Suci dan rumah-rumah ibadat, bukan hanya untuk menjamin agar lilin-lilin atau lampu-lampu minyak lainnya dapat dinyalakan pada sore hari, melainkan juga untuk menunjukkan kehadiran Tuhan (bdk Kel 27:20-21 dan Im 24:2-4). Di kemudian hari, Talmud menetapkan suatu lampu menyala di Tabut, di mana Taurat dan tulisan-tulisan Kitab Suci lainnya disimpan, guna menunjukkan penghormatan kepada Sabda Allah. (Praktek ini kemungkinan mempengaruhi tradisi kita sendiri menempatkan suatu lilin atau lampu menyala dekat Tabernakel guna menunjukkan kehadiran dan menyatakan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus).
Umat Kristiani mengadaptasi penggunaan lilin-lilin menyala (atau bahkan lampu-lampu minyak di Kekaisaran Romawi Timur) untuk Misa, prosesi liturgis, ibadat sore, prosesi pemakaman, dan, lagi, untuk menyatakan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus yang disimpan. Di samping itu, didapati bukti bahwa lilin-lilin atau lampu-lampu minyak dinyalakan di makam-makam para kudus, terutama para martir, sekitar tahun 200-an; dan di depan gambar-gambar kudus dan reliqui sekitar tahun 300-an. St Hieronimus (wafat thn 420) dalam tulisannya Contra Vigilantium menegaskan adanya praktek ini. Tetapi, perlu diketahui, bahwa praktek ini kemungkinan telah ada sebelum adanya bukti-bukti tertulis itu
Yang menarik, pada Abad Pertengahan, simbolisme lilin yang menyala sungguh detail. St Radegund (wafat thn 587) menggambarkan suatu praktek di mana seorang akan menyalakan sebatang lilin atau beberapa batang lilin yang sama dengan tingginya sendiri; ini disebut “mengukur ke” seorang kudus yang demikian. Walau tampaknya aneh bagi kita, “mengukur” ini sesungguhnya merefleksikan gagasan bahwa lilin mewakili orang beriman tersebut yang telah datang ke dalam terang untuk memanjatkan doanya.
Pula, beberapa penulis rohani dari Abad Pertengahan memperluas simbolisme lilin itu sendiri: batang lilin melambangkan kemurnian Kristus; sumbu lilin adalah jiwa manusiawi Kristus; dan terang, ke-Allah-an Kristus. Juga, lilin yang menyala melambangkan suatu kurban, yang dilakukan sekaligus dengan mempersembahkan doa dan menerima kehendak Tuhan.
Pada pokoknya, penggunaan lilin yang menyala merupakan suatu praktek yang saleh, yang terus berlanjut hingga kini di banyak Gereja. Simbolisme itu mengingatkan kita bahwa doa adalah “datang ke dalam” terang Kristus, membiarkan jiwa kita dipenuhi dengan terang-Nya, dan membiarkan terang itu membakar jiwa kita bahkan sementara kita telah kembali melakukan aktivitas lainnya.
sumber : “Straight Answers: The History of Votive Candles” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2001 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; http://www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: http://www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
Apakah aku adalah orang yang bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) dengan menjalankan kebiasaan mereka?
Dimanakah posisiku dalam agama ini?
Ketika aku mengaku islam
Namun, tidak berhenti menjelekkan islam
dan tidak terlihat kebaikan dalam islam
lalu apa yang membuatku bertahan dalam keislaman
hehe kok gitu kata2 terakhirnya. ya sebenarnya keyakinan itu kan dari hati mas. aku si ya nga nyimak blas kasus ahok ini cuma ya aku si ngikut hukum yang berlaku aja. kalau tentang keimanan rasanya terlalu gimana ya hehe karena ahok bisa goyang keimananya. begitu cinta ya sama ahok? biasnya denger org yg goyang iman bahkan pindah agama itu karena pernikahan. tapi balik lagi ke pilihan masing2 si.. cuma mau ngingetin aja nga ada manusia yg sempurna dan yang kita lihat bisa jadi cuma kulit luarnya 🙂
SukaSuka
Just self reminder…krn terlalu banyak yg beragama islam tp pola pikirnya menyudutkan islam…
SukaSuka
Dan krn banyak yg terlalu cinta sama Ahok sampe keimanan pun tergadai seperti ayat 52 Al Maidah…termasuk masalah lilin
SukaSuka
Ping balik: Cinta dan Benci Pada Ahok | auliamaharani
Tulisan bagus.. Izin share ya.. 🙂
Semoga Allah swt memberi hidayah kepada kita semua agar tetap berada di jalan yang lurus, aamiin..
SukaSuka
aamiin
SukaDisukai oleh 1 orang
Ini yang namanya Hidayah. Allah lah yang memberi Hidayah. Manusia pun tak akan bisa membuka pintu hidayah. subhanallah. Saya sendiri jadi bertambah Keimanan setelah baca tulisan kamu. Aku juga pernah diposisi kamu saat di SMP. Saat itu aku protes ke Ibu Guru Agama Islam ku saat meminta Kepala Sekolah saat itu membolehkan siswi muslim menggunakan hijab, saat itukanSMP itu sekolah Negeri bukan Madrasah. Aku ikut forum Siswa dan Guru yang manas manasin, terutama Guru non muslim. Tapi saat Ibu Guru Muslim nerangin Al Qur’an tentang kewajiban berhijab bagi wanita yang telah balig, aku bayangin sampai malam, apaku salah ya. Disitu aku mulai, apa aku muslim ya… mungkin Allah menunjukan cahaya gak terduga duga bagi hambanya. Alhamdulillah orang masih istiqomah keislamannya hingga hari ini walau terseok seok dalam Zaman.
SukaSuka
alhamdulillah klo tulisannya bermanfaat, semoga kita semua tetap bisa istiqamah
SukaSuka
Alhamdulillah kalau tulisannya bermanfaat, semoga kita bisa istiqamah
SukaSuka
Ping balik: Memaksa Diri Untuk Menulis | auliamaharani