Moderenisasi Pertanian Melalui Kawasan Berikat Holtikultura


Kawasan Berikat adalah salah satu fasilitas fiskal dalam kegiatan ekspor dan impor. Fasilitas yang diberikan negara melalui Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk meningkatkan daya saing produk ekspor di pasar internasional. Selain kawasan berikat, terdapat beberapa fasilitas fiskal lain yaitu Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan KITE IKM

Pemberian fasilitas kawasan berikat didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 Tentang Kawasan Berikat yang kemudian diatur lebih rinci dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 19/BC/2018 Tentang Tatalaksana Kawasan Berikat.

Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan didalam kawasan berikat antara lain budidaya flora dan fauna yang kemudian disebut sebagai kawasan berikat holtikultura.

Kawasan Berikat menuntut kejelasan antara proses pemasukan pengeluaran barang. Jumlah barang hasil produksi harus sesuai dengan konversi bahan baku yang dimasukkan. Begitupula dalam kawasan berikat holtikultura, konversi bahan baku berupa bibit dan pupuk menjadi hasil produksi tanaman harus dapat diperhitungkan dengan baik.

Konversi menjadi bagian sangat penting dalam proses perizinan kawasan berikat holtikultura. Hal ini untuk memastikan bahwa pemasukan bahan baku dan penolong yang dibebaskan dari pungutan bea masuk dapat diolah secara terukur untuk menghasilkan produk dengan jumlah yang telah diperhitungkan. 

Penerapan konversi memaksa pengusaha dibidang holtikultura untuk menerapkan prinsip good agriculture practice, mulai dari proses pengolahan lahan sampai dengan penanganan pasca panen.  Prinsip ini adalah cerminan perubahan proses pertanian tradisional menjadi pertanian modern.

Good Agliculture Practices

Menurut Prof. Dr. Sumarno, Good Agliculture Practice (GAP) atau Norma Budi daya Baik (NBB) adalah penerapan sistem sertifikasi proses produksi pertanian, menekankan adopsi teknologi maju ramah lingkungan, produk panen aman konsumsi, sistem produksi berkelanjutan, keanekaragaman hayati terjaga, kesejahteraan pekerja diperhatikan, usahatani menguntungkan, dan konsumen memperoleh jaminan mutu produk, serta produk bisa dilacak asal usulnya 

Salah satu penerapan dalam prinsip GAP adalah tidak mengandung pestisida yang dilarang antara lain 2,4,5-Triklorofenol Cas No 93-76-5, Natrium 4-brom-2,5-diklorofenol Cas No 4824-78-6, dan beberapa jenis lain seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 01/Permentan/OT. 140/1/2007 Tentang Daftar Bahan Aktif Pestisida Yang Dilarang dan Pestisida Terbatas

Kementerian Pertanian telah menerbitkan sebuah peraturan yang mengatur penerapan GAP untuk komoditas buah dan sayur melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (GAP for Fruits and Vegetables).

Good Handling Practice

Good Handling Practice (GHP) adalah penangangan hasil produksi pertanian saat dan setelah panen. GHP dimaksudkan untuk menjaga kualitas hasil produksi. 

Penanganan saat panen adalah proses penting untuk menjaga kualitas hasil pertanian. Proses ini dimulai dari seleksi hasil pertanian yang siap panen dan tata cara pemanenan.

Penanganan pasca panen dilakukan ditempat yang disebut Packing House atau rumah pengemasan yaitu tempat untuk mengumpulkan hasil produksi pertanian yang kemudian disiapkan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk dapat dijual ke masyarakat.

Packing House harus terdaftar di Kementerian Pertanian yang didasarkan pada CAC/RCP1-1969-Rev-4-2003: Recommended  International  Code  Of  Practice General Principles Of Food Hygiene

Packing house yang baik paling tidak memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

  1. Terlindung dari paparan langsung matahari dan hujan yang dapat menurunkan kualitas serta menghindari perkembangan bakteri.
  2. Lantai yang terbuat dari beton atau keramik untuk memudahkan pergerakan  pekerja dan barang
  3. Memiliki ventilasi yang baik untuk menghindari produk dari panas yang dapat menurunkan  kualitas produk serta untuk menjaga kenyamanan pekerja
  4. Memiliki pencahayaan yang baik untuk memudahkan proses pengecekan produk

Kegiatan utama yang dilakukan pada packing house sebagai berikut :

  1. Pengumpulan adalah proses penerimaan hasil pertanian di packing house. Pada proses ini juga diikuti dengan seleksi awal terkait ada tidaknya kerusakan pada produk hasil produksi yang diterima.
  2. Pemilahan yang terdiri dari proses pemisahan hasil produksi dengan benda yang tidak diinginkan seperti kotoran atau bahan lain yang dapat menurunkan kualitas produk
  3. Grading yaitu proses penyeleksian kematangan, ukuran, dan lain-lain sesuai dengan jenis hasil pertanian.
  4. Pencucian yaitu proses menghilangkan kontaminasi mikroba pada hasil produksi. Beberapa metode pencucian yang dapat dilakukan pencelupan dan/atau penyemprotan. Namun, terdapat beberapa produk  pertanian yang tidak dapat dicuci sehingga hanya dilakukan pengelapan atau pembersihan dan pengeringan menggunakan semprot udara. 
  5. Pengepakan yaitu pengemasan hasil produksi yang telah siap dipasarkan. Beberapa bahan pengemas  yang biasa digunakan adalah keranjang, kotak kayu, kotak plastik, styrofoam. Pemilihan bahan sangat  tergantung jenis hasil pertanian yang akan dikemas.

Selain kelima kegiatan diatas, beberapa hasil produk hasil pertanian harus melalui tahap pemberian bahan obat untuk menghidari pembusukan. Pengobatan ini diberikan pada bagian yang dipotong saat panen.  Beberapa hasil pertanian juga harus mengalami proses waxing. Proses ini dimaksudkan untuk menggantikan lilin alami yang mungkin hilang selama panen dan penanganan, serta untuk meningkatkan kilap, mengurangi kehilangan kelembapan, dan memperlambat pematangan.

Food and Agriculture Organization (FAO) regional Asia Pasifik telah menerbitkan standar khusus untuk packing houses yang disebut good practice in the design, management and operation of a fresh produce packing-house. Pedoman standar ini diterbitkan pada tahun 2012 di Bangkok, Thailand

Penggunaan packing house ditujukan untuk melindungi eksportir dari kemungkinan klaim dari importir dari luar negeri.  Produk  yang dikeluarkan dari packing house yang terigestrasi,  dianggap    telah    memenuhi    aspek minimal yang dipersyaratkan  dalam GAP,  sehingga  keamanan  dan mutu produknya dapat dijamin.

Baca Juga : Mendorong Generasi Muda Menjadi Katalisator Ekspor Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s